Kata orang, kalau kita memvisualisasikan sesuatu dengan jelas dan detail, hal tersebut akan segera terwujud. Kali ini saya akan memvisualisasikan pernikahan saya.
Saya menikah dengan laki-laki baik yang sangat mencintai saya. Pun saya juga mencintai dia. Sesuai dengan ajaran agama untuk memilih pasangan, laki-laki yang saya pilih ini bertaqwa kepada Allah SWT, sehingga menjadi imam yang baik untuk saya. Dia memiliki harta yang cukup untuk membiayai rumah tangga kami. Dia juga memiliki wajah yang tampan. Dia berasal dari keturunan yang baik. Laki-laki ini bisa memahami saya. Dia punya kecerdasan yang tinggi, namun demikian selalu rendah hati dengan kecerdasan yang dia miliki. Dia menggunakan kecerdasan itu untuk kontribusi lingkungan, bangsa, negara, dan menghadapi hal-hal biasa di sekitarnya. Menghadapi orang dari berbagai kalangan, baik yang cerdas seperti dia, maupun yang biasa saja. Hal tersebutlah yang membuat kami saling memahami. Apabila ada hal yang tidak sejalan, selalu kami bicarakan hingga menemukan penyelesaian. Dalam hal ini, dia tidak dominan. Meskipun dia cerdas, dia tidak menganggap dirinya paling benar. Dia selalu mendengarkan pendapat saya dan "menempatkan diri di sepatu saya" untuk memahami apa yang saya rasakan dan pikirkan. Sayapun juga demikian terhadapnya.
Pesta pernikahan kami diselenggarakan di rumah saya pada Bulan Agustus 2017. Tidak benar-benar di rumah sepenuhnya sih ya. Saya meminjam lapangan sekolah di depan rumah saya untuk memasang dekor pernikahan. Kursi tamu pun juga ditata di lapangan tersebut. Ada tenda berwarna biru yang menaunginya. Saya mengenakan jilbab dan baju berwarna peach. Baju Muslim pesta yang unik dan klasik. Baju mempelai pria berwarna hitam. Ada bunga-bungan Melati dan Kanthil menghiasi jilbab saya. Dekor bermaterial kayu, berwarna hitam. Terdapat janur di sisi kiri dan kanan dengan bunga-bunga indah menghiasi dekor janur.
Makanan pesta seperti layaknya di desa saya. Pertama, nasi dengan daging lapis, kemudian sop, dan terakhir es podeng. Saya ingin mempertahankan makanan pesta yang sudah saya temui sejak kecil di desa saya. Selain itu juga terdapat snack denga isian kacang bawang, kue gulung rasa moca, lemper, dan aqua gelas.
Saya memberikan suvenir untuk tamu-tamu undangan saya. Seperti yang sudah saya rencanakan sejak zaman dahulu, suvenir pernikahan saya adalah bibit pohon. Pohon yang saya jadikan suvenir adalah pohon buah-buahan. Alasannya adalah, supaya pohon tersebut ditanam. Tidak dipungkiri, tidak semua orang suka menanam pohon. Apabila pohon buah, kemungkinan akan ditanam karena mempertimbangkan buah yang bisa dipetik setiap musim. Tujuan saya menjadikan bibit pohon sebagai suvenir adalah supaya pernikahan kami berkontribusi untuk lingkungan. Dalam waktu-waktu yang kami lalui dalam pernikahan kami, pohon-pohon tersebut terus tumbuh, menyumbang oksigen, memberikan keteduhan, dan menyumbang buah-buahan.
Setelah pesta pernikahan, saya ngapain ya, tau lah ya -> makan makanan pesta yang sengaja disimpan untuk saya dan suami saya. Maklum, tadi pas di pelaminan hanya makan nasi kuning pas suap-suapan. Masih lapar deh.
Saya ikut suami saya di kota tempat dia bekerja setelah saya menikah. Kotanya sangat menyenangkan. Saya mendapat pekerjaan yang saya sukai. Kami juga berkesempatan untuk melanjutkan sekolah di luar negeri bersama-sama. Seperti yang saya sering tulis dulu, ternyata hal tersebut jadi kenyataan. Saya hamil dan melahirkan di Eropa. Kami saling bantu dalam mengurus anak, mengurus rumah tangga, dan mengurus akademis. Sepulangs sekolah, kami meniti karir masing-masing. Namun demikian, anak kami tetap terawat dengan baik dengan pendidikan baik. Dia pun dapat mencapai cita-citanya. Anak saya satu saja. Maksimal dua. Hal tersebut mempertimbangkan peningkatan pertumbuhan penduduk tak terkendali. Pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan konsumsi bahan pangan dan energi. Keluarga kami sangat perhatian terhadap lingkungan.
Demikian visualisasi pernikahan saya.
Malang, 23 Mei 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar