Jumat, 07 Juli 2017

Kota Baru Sore Hari

Saya tidak bisa untuk tidak mengingat teman saya ini. Dalam beberapa perbincangan, saya beberapa kali menceritakannya. Namanya Maya, teman seangkatan saya waktu S1. Pasca sidang skripsi, kami sama-sama bekerja di instansi kampus. Beberapa waktu pasca wisuda, kami masih saja bekerja di kampus. Saat itu, kami sama-sama berusaha mendaftar suatu beasiswa untuk S2. Kami test TOEFL bareng dan mempersiapkan beberapa perlengkapannya bareng. Namun demikian, saat itu kami tidak lulus beasiswa.

Pada suatu siang, Maya mendatangi kantor saya dan mengatakan akan resign. Dia diterima kerja di salah satu klinik kecantikan ternama, favorit sosialita hits. Saat itu saya terkejut mendengar keputusannya. Saya sendiri berencana akan melanjutkan pekerjaan saya di kampus sambil belajar Bahasa Inggris. Masa Maya bekerja di tempat perawatan kecantikan, dia kan mahasiswa yang sangat cemerlang. Namun demikian, dia mengatakan bekerja di situ karena gaji yang ditawarkan cukup besar. Lagipula, dia akan ditempatkan di Bali, di Kampung halamannya. Dia mengatakan akan mengumpulkan uang dulu dari gajinya tersebut untuk biaya persiapan mencari beasiswa sambil mempersiapkan diri.

Selama bekerja, dia mempersiapkan rencana studi dan berbagai persyaratannya. Dia les IELTS dengan gajinya. Les ini tidak mudah, karena di tempat kerjanya ada shift pagi, siang, dan malam. Sering dia harus berusaha membujuk temannya untuk gantian shift dengannya bila shift tersebut bentrok dengan jadwal les. Setelah selesai les, dia segera tes ielts dan nilainya memenuhi syarat untuk daftar beasiswa maupun sekolah di luar negeri.

Saat itu sedang musim beasiswa Dikti baik dalam dan luar negeri. Saya sendiri pun dapat beasiswa ini untuk S2 dalam negeri dalam periode entah keberapa. Melihat beberapa teman yang sekolah dengan beasiswa ini, Maya berencana mendaftar juga. Namun demikian, ketika semua persyaratannya terpenuhi, beasiswa ini sudah ditutup. Saya adalah angkatan terakhir beasiswa ini. Suatu sore di sebuah tempat makan di kota baru, dia mengatakan pada saya bahwa dia belum apa-apa sementara saya sudah semester dua di S2. Lebih lagi, dia tidak tau mau daftar beasiswa apa karena Dikti sudah tidak menyediakan skema seperti beasiswa saya.

Seperti lagu Sheila, "Tuhan tak akan meninggalkanmu atas yakinmu sejauh ini", saat itu beasiswa LPDP mulai booming. Maya pun mendaftar. Singkat kata, dia lulus dan kuliah di UK. Saat pulang pun, dia terlambat untuk rekruitment dosen di tempat-tempat yang dia targetkan, termasuk di tempat saya. Namun demikian, saat ini dia mengajar di salah satu universitas yang cukup bagus.

Saya menulis ini untuk mengingatkan diri saya sih sebenarnya, bahwa bila satu pintu tertutup, akan ada pintu-pintu lain yang terbuka untuk kita. Kuncinya jangan menangisi pintu yang tertutup tadi. Entah sambil apapun, selama cita-cita tadi tidak mati dan terus berusaha, In shaa Allah pintu akan terbuka. Lagipula saya juga ingin mewujudkan rencana menikah dan anaknya lahir di luar negeri. In shaa Allah.