Minggu, 12 Juli 2015

Lesson Learned from Rumah Kaca

Aku sudah berjanji setelah revisi tesis dan semua persyaratan wisuda yang banyak banget itu selesai, aku akan menulis tentang ini. Rumah Kaca adalah novel terakhir dari tetralogi Pulau Buru tulisan Pramoedya Ananta Toer. Novel ini aku baca pada sela-sela menyelesaikan revisi tesis sebagai pelarian saat sudah terlalu jenuh. Awal-awal baca agak bingung karena aku belum selesai baca novel yang ketiga, "Jejak Langkah". Novel itu kubawa ke mana-mana dan akhirnya ketinggalan di mobil teman, sampai sekarang belum sempat ambil. Aku memutuskan membaca novel keempat terlebih dahulu untuk refresh di tengah menyelesaikan tugas.

Berbeda dengan novel 1-3 yang diceritakan dari sudut pandang Raden Mas Minke (yang dalam kisah nyata diperkirakan merupakan R.M Tirto Adi Soerjo, pelopor pers dan pergerakan pada masa cikal bakal Indonesia), pada novel ke empat, cerita berdasarkan sudut pandang seorang komisaris polisi berprestasi bernama Jaques Pangemanann (dengan dua 'n'). Dia merupakan pribumi Manado yang diangkat anak oleh keluarga apoteker dari Perancis, pindah ke Perancis bersama orangtua angkatnya, mendapat pendidikan di sana (Sorbonne) dan mendapat istri orang Perancis yang cantik dan taat beragama. Tuan Pangemanann kemudian  berkarir di Hindia Belanda sebagai polisi Gubermen. Sangat jarang orang pribumi semacam dia mendapatkan kedudukan tinggi. Jabatannya sebagai komisaris polisi dia dapatkan setelah berhasil memberantas Pitung dan gerombolannya yang meresahkan para pemilik perkebunan yg kebanyakan totok Belanda. Gerombolan Pitung sering berbuat kerusuhan dan perampokan. Setelah dengan berbagai upaya yang sistematis, akhirnya dengan pimpinan Pangemanann dengan dua n, gerombolan pitung berhasil dilumpuhkan.

Namun demikian, setelah berhasil menumpas Pitung, Pangemanann baru mendapatkan fakta bahwa sebenarnya keonaran yang dibuat oleh Pitung dan gerombolannya adalah bentuk perlawanan pribumi terhadap kesewenang-wenangan Belanda. Para pemilik perkebunan seringkali merampas tanah pribumi. Mereka juga sering mengambil wanita pribumi untuk memuaskan nafsu, sehingga tidak jarang perempuan pribumi memiliki anak keturunan Belanda. Mengetahui hal itu, Pangemanann sering dihantui rasa bersalah. Dia sering melihat bayangan Pitung yang telah ditumpasnya di manapun dia berada. Belum terlepas dari gangguan pikiran mengenai hal ini, dia dihadapkan pada hal sulit lainnya. Pangemanann ditugaskan oleh Gubermen untuk menumpas Pitung modern yaitu Raden Mas Minke. Pitung modern ini berjuang melawan kesewenang-wenangan dengan pers yang didirikannya yaitu Medan, yang berpusat di Bandung. Selain itu dia juga membentuk organisasi yang bernama Syarikat Priyayi. Pada dasarnya Pangemanann mengagumi sosok Minke yang umurnya jauh di bawahnya namun telah berbuat banyak untuk bangsanya. Tugas menumpas Pitung modern ini bertentangan dengan hati nuraninya. Namun demikian, dia mempertimbangkan kelangsungan kebahagiaan keluaganya. Dia memiliki dua anak yang kuliah di Perancis dan dua anak lagi masih sekolah di Hindia Belanda. Untuk mempertahankan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarganya, dia terpaksa melakukan tugas ini.

Singkat cerita, dengan upaya sistematis dan dengan bantuan agen-agen yang dipersiapkan oleh Gubermen, dia berhasil melumpuhkan Minke. Aku lupa sih pastinya gimana, mungkin korannya dituduh memuat hal yg tidak berkenan bagi Gubermen, akhirnya Minke ditangkap, korannya ditutup dan dia dibuang ke Maluku. Istri Minke, Prinses Kasiruta yang senantiasa membelanya kini tidak dapat berbuat apa2. Dia terusir dari rumah mewahnya di Buitenzorg dan setelah itu tidak jelas nasibnya dlm cerita ini.

Pasca menumpas Minke, Pangemanann diberhentikan sebagai polisi dan menjabat kedudukan sebagai staff ahli di Algemenee Secretarie di Buitenzorg. Jabatan yang jauh lebih tinggi. Dia juga mendapat fasilitas rumah mewah yang ternyata adalah bekas rumah rm.Minke. Pada dasarnya hal ini bertentangan dengan hati nuraninya, tapi ya bagaimana lagi, dia ingin membahagiakan keluarganya terutama istrinya orang Perancis yang rela ikut dengannya ke Hindia Belanda.

Pada jabatan ini, Pangemanann mendapat banyak lagi tugas yang bertentangan dengan hati nuraninya. Segala macam orang, tindakan, dan pergerakan yang dianggap mengancam Gubermen harus dilenyapkan. Hal itu adalah tugas Pangemanann yang baru. Demi menjalankannya, dia selalu mengawasi segala pergerakan di Hindia Belanda. Selain itu, dia juga mempelajari kondisi terkait di kantor pusat arsip. Tindakan yang dia berantas di antaranya adalah pergerakan Siti Soendari yang mengobarkan semangat perlawanan pada bangsanya. Selain itu juga pergerakan Marco yg sebelumnya adalah pengikut rm.Minke. dia juga mengawasi organisasi Budi Moelyo dan sisa2 Syarikat Priyayi. Cara kerjanya adalah mengumpulkan data dari berbagai sumber dan intelejen yang disebar. Dari data itu, dia menuliskan formula atau langkah2 untuk menindak para pengancam Gubermen. Hanya dengan tanda tangan Pangemanann, formula yg ditulis itu dijalankan oleh agen2 tak kasat mata yang berdampak pada kehancuran target operasi.

Satu hal yang kugaris bawahi, kasus yang ditangani Pangemanann salah satunya adalah ancaman persatuan kelompok Tionghoa dan Pribumi. Bila mereka bersatu padu, kemungkinan mereka akan mengancam pemerintahan Gubermen. Akhirnya bermodal data yang akurat, Pangemanann menuliskan cara untuk menindak kelompok tsb. Dengan satu tanda tangan, agen2 tak kasat mata bergerak menjalankannya, menebarkan isu dan fitnah, memecah belah kedua golongan. Entah bagaimana caranya, akhirnya kelompok pribumi dan Tionghoa saling bermusuhan. Sering terjadi pengerusakan aset2 Tionghoa oleh pribumi. Keadaan semakin memanas antara mereka.

Begitulah, baik Minke, Siti Soendari, Marco, Syarikat Priyayi, Budi Moelyo, Tionghoa dan Pribumi yg dianggap mengancam telah ditempatkan di rumah kaca milik Pangemanann. Dari rumah kaca tersebut, dia dapat mengawasi gerak gerik mengancam Gubermen dan dengan data2 yang diperoleh dari intelejen, dia dapat menindak tokoh2 dalam rumah kacanya dengan satu tanda tangan di bawah rumusan cara melumpuhkan mereka.

Apa yang dipelajari dari sini? Sepertinya kondisi itu mirip dengan lingkunganku akhir2 ini. Entahlah, apa hanya aku yang merasakannya? Tiap kelompok saling hina, saling menyudutkan, terutama berhubungan dengan agama. Satu kelompok menghujat kelompok yang dianggap garis keras. Garis keras ini menyebarkan info2 yang berpotensi memicu konflik dengan agama lain. Nah, mungkin gak sih kalau info2 provokatif itu bukan disebarkan oleh si dianggap garis keras? Mungkin saja info itu ditulis oleh seorang Pangemanann modern yang menempatkan kita Bangsa Indonesia di dalam rumah kacanya. Dengan data intelejen, dia merumuskan cara untuk menindak kita yang bersatu padu dan mengancam kepentingan bos Pangemanann modern. Hanya dengan satu tanda tangan, agen2 tak kasat mata menjalankan formula itu dan membuat kita terpecah belah hancur berkeping2.

Apakah orang2 dalam rumah kaca tidak bisa melawan? Mungkin saja bisa, dengan cara berpikir lebih dalam terhadap semua informasi yang masuk. Jangan mudah percaya dan tolong merujuk pengetahuan dan logika. Akan lebih indah bila kita bersatu padu. Indonesia ini kaya raya cetar membahana loh, banyak kepentingan berbagai kaum untuk menguasainya sejak jaman Hindia Belanda sampai sekarang. Kalau rakyatnya terpecah belah, mungkin akan lebih mudah bagi mereka menghancurkan kita.

Lesson learned selanjutnya adalah ikutilah hati nurani. Pangemanann selalu diliputi rasa bersalah meskipun tindakannya selalu berhasil. Pelariannya adalah alkohol. Istrinya yang ingin dia bahagiakan akhirnya tidak sanggup menghadapi Pangemanann. Dia memutuskan kembali ke perancis bersama anak2nya. Hidup pangemanann semakin tidak beraturan. Dia sering mendatangi pelacur terkenal bernama Rientje de Roo. Suatu hari Rientje ini mati dibunuh. Polisi rendahan menemukan buku harian Rientje yang menyebutkan Pangemanann adalah salah satu langganan setianya. Polisi rendahan ini akhirnya memeras Pangemanann dengan mengancam bila tidak membayar jumlah uang yang banyak, dia akan menyebarkan buku itu dengan konsekuensi nama Pangemanann sebagai pejabat tinggi akan hancur. Pangemanann sampai harus meminjam uang di bank untuk membayar perasan polisi ini. Dia bangkrut.

Lebih menyedihkan lagi, setelah pergantian gubernur jenderal Hindia Belanda, kebijakan pun berganti. Sikap gubernur jenderal yang baru terhadap pergerakan dan organisasi sangat berbeda. Bahkan dia memberikan tempat bagi organisasi pribumi di parlemen. Walhasil, Pangemanann pun tersingkir. Dia bangkrut, sakit2an karena kecanduan alkohol, istrinya pergi dan anak2nya putus kuliah di Perancis. Dia juga semacam tidak dibutuhkan lagi di Algemenee Secretarie. Itu yang didapatkannya setelah melawan kata hatinya dan ajaran agamanya untuk menindak dan melenyapkan orang2 tidak bersalah. Sudah mengorbankan segalanya, tapi dia dilupakan oleh Gubermen. Pada akhirnya dia meninggal dan menyuruh pembantunya menyerahkan tulisan Rumah Kaca yg berisi rekam jejak tindakannya pada target2nya kepada Nyai Ontosoroh, mantan ibu mertua Minke. Btw, rm.Minke sudah mati diracun sekembalinya dari pembuangan. Mungkin ini merupakan tindakan Pangemanann juga.

Lesson learned yang ketiga adalah sebaiknya kita menulis. Dulu aku mendapatkan pesan, menulislah bagi yang tidak ingin dilupakan sejarah. Dengan menulis, rm.Minke bisa menyuarakan ketidakadilan. Novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa dan Jejak Langkah diceritakan merupakan buku harian Minke dan Rumah Kaca adalah buku harian Pangemanann. Bahkan Rientje de Roo, yang seorang pelacur juga menulis jurnal harian. Terakhir, Pramoedya Ananta Toer sebagai penulis novel2 itu juga tetap terkenang meskipun dia sudah tiada. Namun demikian, bila menulis harap didasarkan dengan logika dan referensi serta bertanggung jawab. Dari Republika aku baca bahwa Pramoedya melakukan  riset mendalam untuk menulis novel2nya. Minke itu sendiri pun bukan sepenuhnya fiksi tapi didasarkan perjalanan hidup RM.Tirto Adi Soerjo tokoh pers pada masa Hindia Belanda. Intinya jangan menulis hal2 yg tidak didasarkan fakta dan memicu konflik. Mending menulis fiksi atau curhatan seperti Rientje de Roo saja.

Yekti
12 Juli 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar