Sabtu, 12 November 2016

I'll Find Your Professor

Beberapa tahun lalu dikasih tau film indie oleh teman judulnya Fiksi. Film tersebut menceritakan tentang seorang penulis fiksi amatir yang tiba-tiba menyadari bahwa apa yang ditulisnya menjadi kenyataan. Tentang bagaimana cara tulisannya menjadi kenyataan mungkin bisa tonton sendiri filmnya ya. Terkait dengan ini, belakangan aku menyadari bahwa ada salah satu tulisanku yang mirip dengan kenyataan yang aku alami. Tulisan itu adalah naskah film pendek tugas kelas Speaking. Saat itu dosen speaking menjadikan tugas film ini sebagai tugas akhir kelas kami. Sebelumnya saya tidak menyadari tentang kemiripan ini. Beberapa bulan setelah saya menulis naskah itu dan memainkannya dalam film pendek, saya dipertemukan dengan orang yang karakteristiknya mirip tokoh naskah, salah satu scene kejadian detailnya, dan jalan ceritanya sangat mirip dengan naskah tersebut. Setelah kemarin menemukan lagi naskah tersebut di laptop lama saya, saya menyadari hal ini. Kemudian berpikir, kalau hal yang saya tulis bisa menjadi kenyataan (udah pasti kebetulan lah ya), kenapa saya tidak menulis cerita yang happy ending saja. Mungkin saya akan benar-benar menulisnya di waktu luang saya. Namun demikian, saya belum tau akan menulis cerita yang seperti apa. Saya sudah lama tidak menulis fiksi. Kemungkinan ide kreatif saya sudah terkikis. Saya belum tau tokoh ideal seperti apa yang sebaiknya saya tulis, cerita indah happy ending seperti apa yang seharusnya saya tulis.

Beberapa waktu lalu saya mewajibkan diri saya untuk menonton film Inferno sebab saya adalah fans novel-novelnya Dan Brown. Teman yang sama yang memberikan film Fiksi pada saya adalah orang yang meminjamkan novel Da Vinci Code dan Angel and Demon pada saya. Saya pikir saya wajib menonton cerita Profesor Langdon dalam Inferno yang saya tidak sempat membaca novelnya.

Menonton Inferno mengingatkan saya pada satu hal. Oh iya, tenang saja, saya usahakan tulisan ini tidak spoiler filmnya buat yg blm nonton ya. Oke, lanjut. Saya ingat ketika saya punya pilihan antara pejabat atau akademisi. Salah satu teman saya, Novita, dengan tegas menyuruh saya memilih akademisi. Pertimbangannya, pemikirannya lebih dalam dan nanti anak-anak saya akan dididik dengan baik dalam lingkungan pemikiran akademisi. Tentang pejabat dan akademisi ini saat ini mungkin menjadi orang-orang yang telah hilang dari kehidupan saya karena saya terlalu banyak dan lama berpikir. Setelah menonton Inferno, mungkin saya akan menulis tentang akademisi saja untuk cerita fiksi saya.

Terlepas dari cerita intinya yang tidak boleh dibocorkan, pada salah satu scene Prof. Langdon yang merupakan dosen Harvard duduk di teras kampusnya sambil membaca buku ketika dr.Sinsley yang merupakan Sekjen WHO datang meminta bantuannya untuk memecahkan kasus. Dalam scene lain, dr.Sinsley berada di Bandara di Roma, meminta petugas membatalkan penerbangan agar dapat memeriksa penumpang yang akan pergi ke Genewa. Dia berpikir Langdon ada di situ. Kemudian datang tokoh lain yang merupakan pimpinan agen penyedia jasa keamanan swasta mengatakan bahwa Langdon tidak di pesawat itu, melainkan dalam perjalanan kereta menuju Hagia Sophia. Dr. Sinsley tidak percaya pada orang tersebut yang sebelumnya bertindak bertolak belakang mendukung tersangka kasusnya. Namun demikian, orang tersebut meyakinkan dia sudah berubah. Selain itu, dr.Sinsley harus mencoba percaya padanya jika ingin menemukan Langdon. Dia bilang dia melihat ada perhatian khusus dr.Sinsley pada Langdon terlepas dari upaya menemukan Langdon untuk kasus ini. Dia pasti khawatir terhadap profesor. "You have to trust me. I'll find your professor". Your professor.

Menang benar, ternyata Langdon dan Elizabeth Sinsley adalah teman lama. Mereka memiliki potensi untuk hidup bersama di masa lalu namun tidak terjadi karena keduanya memilih impian masing-masing. Langdon tidak mungkin melepas kehidupannya di Harvard dan Sinsley tidak mungkin melepas mimpinya berkarir di Genewa. Namun demikian, karena kehebatan akting Tom hanks dan pemeran Sinsley, dapat dirasakan ketikan scene Sinsley menemui Langdong di Harvard, masih ada perasaan mendalam di antara mereka yang tersimpan bertahun-tahun sampai mereka tua. Mereka berdua sama-sama tidak menikah. Ada scene lagi di pinggir jalan di mana Langdon mempertanyakan kemungkinan di antara mereka, namun Langdong kemudian tiba-tiba diculik penjahat. Di akhir, saat mereka duduk berdua, staf dr.Sinsley memanggilnya. What's now? Kembali ke hidup masing-masing, Langdon ke Boston dan Sinsley ke Genewa. Seperti Dante dan Beatrice, mereka tidak akan pernah bersatu meskipun saling mencintai.

Jadi inget lagi salah satu temenku, Riris, pernah nonton FTV bareng karena gak ada pilihan lain. Dia mengomentari terus ceritanya. Ya namanya juga film Ris. "Tinggal sama ibu pantinya tadi lak ya enak seh", itu kira-kira salah satu komentarnya. Sama seperti Riris, aku juga mau komentar, Langdon sama Sinsley tetep nikah dan LDR lak ya bisa seh. Haha, entah gak ngerti gimana kenungkinannya, kan gak ngerti juga kesibukan dosen Harvard dan Sekjen PBB kayak gimana.

Cerita yang mungkin kutulis, mempertimbangkan banyak hal, sepertinya tokoh utamanya akan meraih cita-citanya. Melihat dunia yang luas dengan karir terbaik semampu dia bisa. Apakah saya harus menemukan profesor untuk cerita saya? Saya pikir dulu dengan berbagai pertimbangan. Apakah bisa profesor dan karir yang saya inginkan bisa sejalan. Bisa menurut saya. Saya belum tau cerita fiksi saya mau dibawa ke mana. Untuk tokoh saya, I'll find your professor. May be.

Malang, 12 November 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar