Minggu, 20 November 2016

Just Another Phase on Your Way to Grave

Dalam salah satu scene film Spectre diperlihatkan James Bond sedang dalam kondisi terikat di kursi serta menghadapi ancaman dari musuhnya, Erns Stavro Blofeld yang akan menyuntikkan suatu zat pada Bond. Di ruangan itu juga terdapat Dr. Madeleine Swann, seorang psikolog yang juga merupakan orang spesial Bond. Zat kimia tadi bila disuntikkan sampai level tertentu akan menyebabkan Bond lupa ingatan. Bahkan, dia akan lupa pada Madeleine yang merupakan orang yang dicintainya. Blofeld mengatakan tentang Madeleine bahwa pasca penyuntikan zat kimia, "She is just another phase on your way to grave". Benar-benar tidak berarti, hanya orang biasa, dan hanya sepenggal kisah biasa dalam perjalanan hidup Bond menuju ke kuburan. Padahal Madeleine adalah orang yang sangat berarti buat Bond.

Tentang orang yang berarti, kira-kira siapa yang pantas kita anugerahi predikat sebagai orang yang berarti untuk kita? Keluarga, sahabat, guru, orang yang berjasa pada kita, atau cowok-cowok tertentu? Saya pikir ada dua alasan kenapa kita menganugerahi predikat orang berarti dalam hidup kita. Pertama alasan natural, kedua alasan keputusan. 

Natural jika kita dan orang bersangkutan saling menyayangi tanpa syarat. Sudah alami, tidak tahu kenapa. Kita menganggap orang tersebut diri kita sendiri. Bila dia senang, kita akan senang. Bila dia sedih, kita akan sedih. Kita menganggap kesulitan dan resiko yang menghampirinya sebagai kekhawatiran kita. Benar-benar tidak rela bila orang tersebut kesusahan. Predikat ini biasanya kita anugerahkan pada keluarga terdekat dan sahabat. Sahabat saya pernah rela jauh-jauh dari UGM ke UMY naik bis untuk mengurus persyaratan kuliah saya saat saya tidak berada di Yogya. Mengurus segala sesuatunya dengan detail. Pernah juga hujan-hujanan naik bis datang ke wisudaan saya. Saya juga tidak rela bila anggota keluarga dan sahabat-sahabat saya mengalami kesulitan. Sebisa mungkin saya akan melakukan berbagai upaya agar kesulitan tersebut dapat dihindari.

Keputusan, bila kita menganggap orang tersebut berarti karena kita memutuskan menganggap orang tersebut berarti. Mungkin saja dia adalah orang penting yang terkait dengan karir atau kehidupan akademik kita, orang yang berjasa pada kita, orang yang banyak membantu kita, dan yang paling bahaya adalah gebetan kita. Kadang keputusan memberi predikat orang berarti pada yang saya sebutkan terakhir tadi bisa membawa kita ke lembah nista.

Saya mengamati orang-orang rentan terpuruk karena keputusan orang berarti tadi. Tidak jarang orang-orang menjadi galau karenanya. Lebih sedihnya lagi, kegalauan mereka menjadi bagian hidup mereka, diumbar setiap hari, seolah-olah masalah besar di dunia ini adalah perasaan mereka yang kacau. Padahal, banyak di luar sana masalah kemiskinan, kelaparan, konflik, kekeringan, penyakit, dan lain-lain. Kondisi ini menurut saya mengurangi kapasitas mereka untuk menjadi produktif. Coba kalau dipikir ulang, memangnya siapa sih yang membuat mereka galau itu? Orang kan? Orang biasa yang mereka putuskan untuk menjadi berarti. Lalu kenapa dipusingkan bila tidak bisa menjadi saling berarti? Dalam sebuah film India yang saya lupa judulnya, tokoh perempuan bilang, "Saya tidak bisa hidup tanpamu". Kemudian tokoh laki-laki menanggapi, "Sebelum kamu kenal saya, bukankah kamu hidup? Kamu menjalani hari seperti biasa dan sehat-sehat saja?". Benar sekali, untuk hidup, yang kita butuhkan paling utama sebenarnya adalah oksigen, makanan, dan minuman. Lalu kenapa sesak nafas bila ditinggal orang berarti karena keputusan?

Masih ingat obat hati? Sebenarnya tidak usah khawatir bila kita menderita sakit qalbu karena sudah disediakan obatnya. Salah satunya adalah Qur'an. Dalam ajaran Islam, kita diperintahkan untuk ikhlas. Apalah kita ini menuntut sesuatu yang tidak kita ikhlaskan pada pemberi hidup. Ternyata ikhlas ini adalah salah satu kunci dalam kehidupan. Pernah di Masjid Keraton Yogyakarta saya mendengar Kultum tentang salah satu kunci dikabulkannya do'a. Kuncinya adalah khusuk. Bagaimana kita bisa khusuk bila kita tidak ikhlas? Hati dan pikiran kita akan kacau, frekuensi keinginan kita akan kacau sehingga tidak stabil di alam semesta. Sulit untuk sampai. Kita memaksa Tuhan mengabulkan keinginan kita. Sangat kacau. Tidak bisa khusuk. Bila kita ikhlas, kita tidak akan menderita bila kita ditinggal oleh orang yang kita anggap berarti.

Lebih lanjut, apapun yang kita miliki di dunia ini bukanlah mutlak milik kita, hanya titipan Yang Maha Kuasa. Diumpamakan penjaga parkir di sebuah mall. Di wilayahnya dia menguasai banyak mobil dan motor, namun dia tidak boleh sedih bila kendaran-kendaraan tersebut dibawa pulang kembali oleh pemiliknya. Dari awal memang itu bukan milik si penjaga parkir. Pasca menyadari ini, saya pernah kejambretan tab yang sangat mahal. Harganya senilai 2 bulan keseluruhan uang saku beasiswa saya. Dijambret di depan mata. Teman saya yang cowok pada saat itu berlari mengejar jambret yang naik motor. Tentu saja tidak mungkin dapat. Saya langsung mengajak teman-teman saya ke kedai Cikini untuk makan sesuai tujuan awal kami. Teman-teman saya bingung, kok saya tidak sedih sama sekali. Saya sudah menyadari bahwa apapun milik kita bukanlah milik kita. Bila sudah hilang, harusnya diikhlaskan.

Tidak perlu menautkan hati kita kuat-kuat pada orang yang kita putuskan beri predikat berarti. Orang-orang yang lalu lalang di kehidupan kita mungkin saja sama seperti orang yang kita temui di kereta, kita temui di mall, kita temui di tempat wisata. Kenapa kita sebegitu hebatnya menjadikan orang tertentu berarti buat kita? Smart person will directly move on when he or she knows he or she is unwanted. May be our meeting with certain person is just another phase on our way to grave.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar